beranda

Bintang Kembali Bersinar Kala Senja

Puasa gelar sempat melanda pasangan andalan Indonesia di sektor ganda campuran Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir sepanjang 2015. Pasangan Indonesia itu sempat memutus rantai puasa gelar pada tahun ini setelah berhasil juara pada Malaysia Terbuka 2016.

Secercah harapan kebangkitan pasangan andalan mulai muncul, tetapi Tontowi malah menyulut emosi Rexy Maniaky karena komentarnya pasca kalah pada babak kedua Indonesia Terbuka 2016 dari pasangan Denmark Kim Astrup/Line Kjaersfeldt dua set langsung 19-21, 17-21.

Owi, -sapaan akrab Tontowi- saat itu berkomentar kekalahannya tersebut disebabkan oleh tekanan dari pihak Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) agar bisa menjadi juara di gelaran turnamen internasional tanah air tersebut.

Saya pun sempat pesimis dengan pasangan andalan ganda campuran Indonesia itu, terutama setelah komentar Owi terkait tekanan menjadi juara. Pasalnya, tujuan untuk mengikuti sebuah turnamen adalah menjadi juara, jadi tekanan itu mungkin wajar. Komentarnya [Owi] seperti menunjukkan dia sudah tidak punya semangat bertanding atau bahasa Inggrisnya fighting spirit.Walaupun bisa jadi, saat itu dia tengah lelah dan jenuh.

Owi/Butet, sapaan -Lilyana- pun saya ibaratkan bak bintang yang mulai meredup di kala senja. Apalagi, bila dilihat dari tren raihan gelar sejak pasangan ini mulai bersama pada 2010 silam.

Pada 2010, Owi/Butet berhasil menggondol dua gelar dari seluruh kompetisi. Setahun berikutnya, ganda campuran Indonesia itu menambah pertumbuhan gelar menjadi tiga pada semua kompetisi. Kemudian, pada 2012, pasangan andalan ini kian agresif dengan menggondol enam gelar disebuah kompetisi di mana tiga diantaranya kelas super series dan super series premier.

Namun, pada 2013 sedikit menunjukkan penurunan setelah berhasil menggondol lima gelar, termasuk satu di antaranya gelar juara dunia. Tren penurunan berlanjut pada 2014 setelah hanya berhasil membawa tiga gelar semua kompetisi. Penurunan terburuk saat puasa gelar sepanjang tahun lalu.

Namun, ketika melangkah ke Olimpiade Rio 2016, pasangan yang saya sebut sudah meredup itu seolah mulai memancarkan sinarnya kembali di kala senja.

Pada fase grup, Owi/Butet menggeber setiap pukulannya hingga berhasil mencatatkan tiga kemenangan tanpa pernah kalah sekalipun. Semua pertandingan di libas dalam dua set langsung.

Memang dari segi lawan, di atas kertas jauh di bawah pasangan Indonesia tersebut. Sebut saja ada pasangan Australia Robin Middleton/Leanne Cho dilibas 21-7, 21-8. Selain itu, ada pasangan Thailand Bodin Isara/Savitree Amitrapai dikalahakan 21-11,21-13, dan terakhir pasangan Malaysia Peng Soon Chang/Liu Ying Goh dikandaskan 21–15, 21-11.

Pada babak perempat final, perang saudara antar pasangan Indonesia terjadi. Owi/Butet harus menghadapi Praveen Jordan/Debby Susanto. Owi/Butet berhasil menyingkirkan saudaranya sendiri dua set langsung 21-16, 21-11.

Semifinal menjadi Final yang terlalu dini setelah Owi/Butet harus menghadapi saingannya dari China Zhang Nan/Zhao Yun Lei. Dalam hampir lebih dari setahun lebiih, pasangan andalan Indonesia itu kerap  kesulitan menang dari ganda campuran nomor satu dunia asal Negeri Tirai Bambu tersebut.

Namun, seolah ada tekad kuat menutup olimpiade untuk Butet yang terakhir, mereka [Pasangan Indonesia] bermain lebih trengginas. Pasangan nomor satu dunia itu pun dilibas dua set langsung 21-16, 21-15.

Di babak puncak, Owi/Butet kembali bertemu pasangan Malaysia yang sempat dilibas pada fase grup, Peng Soon Chang/Liu Ying Goh. Di atas kertas, pasangan Malaysia itu selalu kesulitan menghadapi Owi/Butet, tetapi melihat historisnya di olimpiade kali ini, terutama pada semifinal saat Peng Soon/Liu Goh berhasil kandaskan andalan China lainnya Xu Chen/ Ma Jin.

Deg..deg..deg itu saat persiapan menonton final bulutangkis ganda campuran Olimpiade Rio 2016. Sempat kesal dengan sinetron yang ditayang stasiun televisi resmi penayang Olimpiade, saat Owi/Butet dan pasangan Malaysia memulai pemanasan cukup berdebar bagi saya yang penonton.

Susi Susanti, legenda bulutangkis Indonesia, yang juga menjadi komentator pertandingan final kali ini pun sempat menyebutkan nama Owi adalah Tontowi Yahya, bekas pembawa acara yang menjadi anggota DPR. Entah sang legenda ikut bedebar, terlalu bersemangat, atau bernostalgia saat dia meraih emas di Olimpiade Barcelona 1992.

Di lapangan, pemain Malaysia begitu tampak tegang, Owi/Butet pun tampak tegang. Butet kerap ingatkan untuk Owi ‘Fokus’ dan Tontowi pun terus mengingatkan kepada Butet untuk lebih tenang.

Namun, ketegangan dan tekanan tampaknya lebih terasa pada pasangan Malaysia. Peng Soon kerap gugup bila harus memberikan service kepada Owi. Liu Goh pun kerap melakukan kesalahan sendiri yang menguntungkan pasangan Indoensia.

Yak, 45 menit pertandingan pun selesai, Owi/Butet pun berhasil menang dua set 21-14,21-12 yang berarti sepanjang turnamen pasangan Indonesia itu belum pernah kalah setiap setnya. Emas pun diraih, Indonesia Raya pun menggema di Negeri Samba.

Bintang yang meredup kembali bersinar di kala senjanya.

Standar

Tinggalkan komentar